Grab Disebut Tengah Berupaya Akuisisi GoTo pada Kuartal Kedua

Perusahaan transportasi daring dan pengantaran makanan yang terdaftar di Amerika Serikat, Grab, dikabarkan sedang menjajaki kesepakatan untuk mengambil alih pesaingnya yang lebih kecil asal Indonesia, GoTo, pada kuartal kedua tahun ini, menurut dua sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut.

Grab, yang berkantor pusat di Singapura, telah menunjuk penasihat untuk mengurus rencana akuisisi tersebut. Salah satu sumber menyebutkan bahwa kesepakatan ini masih tergantung pada sejumlah persyaratan, termasuk pendanaan, yang kini sedang dibahas Grab bersama sejumlah bank.

Grab menolak memberikan komentar atas kabar ini. Sementara itu, dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia pada Kamis, GoTo menyatakan belum mengambil keputusan apa pun terkait tawaran atau usulan yang mungkin telah diterima atau diketahui perusahaan.

Menurut sumber terpisah lainnya, akuisisi ini bisa menempatkan valuasi GoTo di angka sekitar 7 miliar dolar AS. Saham GoTo yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta telah naik 20% sepanjang tahun ini, memberikan perusahaan nilai pasar sekitar 5,8 miliar dolar, berdasarkan data LSEG.

Di sisi lain, saham Grab di bursa Nasdaq naik 2,4% sejak awal tahun, dengan nilai pasar mendekati 20 miliar dolar AS.

Dua sumber yang mengetahui rencana ini juga mengungkapkan bahwa GoTo akan melepas unit internasionalnya. Di Indonesia, Grab disebut akan mengakuisisi seluruh operasi GoTo, kecuali divisi keuangannya.

Meski begitu, sumber-sumber tersebut menekankan bahwa rincian kesepakatan belum final dan masih bisa berubah karena proses negosiasi antara kedua perusahaan masih berlangsung.

Grab, yang didukung oleh Uber, menawarkan layanan pengantaran, mobilitas, dan keuangan. Sementara GoTo—yang didukung oleh investor besar seperti SoftBank dan Taobao China Holding—mengklaim sebagai ekosistem digital terbesar di Indonesia, dengan layanan e-commerce dan perbankan.

Pembicaraan Merger yang Naik-Turun

Pembicaraan mengenai kemungkinan merger antara Grab dan GoTo sebenarnya telah berlangsung selama bertahun-tahun, namun selalu gagal mencapai kesepakatan karena kekhawatiran atas persaingan usaha antara dua pemain besar di kawasan Asia Tenggara.

Jika merger ini benar-benar terjadi, maka gabungan kedua perusahaan akan mendominasi sekitar 85% dari total pasar transportasi daring senilai 8 miliar dolar AS di kawasan tersebut, menurut data Euromonitor International.

“Entitas gabungan ini akan menguasai lebih dari 91% pasar di Indonesia dan hampir 90% di Singapura,” kata David Zhang, manajer analisis Euromonitor untuk pembayaran dan pinjaman di Asia. Ia menambahkan bahwa pasar-pasar utama seperti Indonesia dan Singapura kemungkinan akan menerapkan pengawasan ketat terhadap kesepakatan ini, bahkan bisa jadi menolaknya karena alasan antimonopoli.

Namun demikian, analis BRI Danareksa Sekuritas, Niko Margaronis, yang memantau pergerakan GoTo, mengatakan bahwa otoritas Indonesia mungkin akan mengambil pendekatan yang lebih pragmatis dalam menilai merger ini, dengan mempertimbangkan potensi penguatan pemain domestik dan dampak jangka panjang bagi perekonomian nasional.

Pengawasan terhadap praktik antimonopoli semakin diperketat, apalagi dalam situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian dan beban biaya hidup yang meningkat, sebagian akibat kebijakan tarif dari Presiden AS saat itu, Donald Trump.

Pada Maret lalu, Uber membatalkan tawaran senilai 950 juta dolar AS untuk mengakuisisi bisnis Foodpanda milik Delivery Hero di Taiwan, setelah otoritas setempat menolak kesepakatan tersebut karena kekhawatiran akan persaingan usaha yang tidak sehat serta potensi kenaikan harga layanan.