Indonesia Menghadapi Kesenjangan Pembiayaan yang Signifikan di Sektor Energi
Pada Forum Bisnis Energi ASEAN ke-24 (AEBF-24), Climate Policy Initiative (CPI) memperkenalkan Indonesia Power Sector Finance Dashboard, yang mengungkapkan kesenjangan signifikan dalam pendanaan yang diperlukan untuk memenuhi target iklim negara. Dashboard ini menyoroti bahwa Indonesia hanya menerima investasi sektor energi sebesar USD 5,8 miliar per tahun dari 2019 hingga 2021, jauh di bawah angka yang dibutuhkan sebesar USD 19,4 miliar per tahun, sebagaimana diuraikan dalam Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia.
Dashboard yang komprehensif ini dikembangkan melalui proses triangulasi data yang ketat, menggabungkan data resmi yang mengatasi tantangan lama dalam transparansi dan aksesibilitas data investasi sektor energi. Alat ini menawarkan fitur interaktif, memungkinkan pengguna untuk mengeksplorasi aliran investasi berdasarkan sumber, penggunaan tematik, dan alokasi sektoral. Data ini penting bagi para pejabat pemerintah dan pemangku kepentingan industri untuk mengidentifikasi kesenjangan pembiayaan dan peluang investasi baru di sektor energi Indonesia.
Temuan utama dari dashboard ini mencakup:
Rata-rata tahunan investasi energi terbarukan hanya mencapai USD 2,2 miliar, jauh lebih rendah dari kebutuhan sebesar USD 9,1 miliar per tahun untuk mencapai target iklim. Investasi bahan bakar fosil rata-rata mencapai USD 3,7 miliar per tahun, dengan lembaga keuangan swasta menyumbang bagian terbesar (84% dari sumber internasional, terutama dari China dan Korea Selatan). Investasi pada pembangkit listrik batubara dan gas hampir seimbang, dengan batubara menyumbang 51% dari total investasi bahan bakar fosil. Investasi yang tidak dilaporkan pada pembangkit batubara mandiri dapat meningkatkan angka pendanaan batubara lebih lanjut, dengan estimasi tambahan sebesar USD 2,8 miliar. Investasi energi terbarukan sebagian besar bersumber dari luar negeri (58%) dan berfokus pada proyek hidroelektrik (61%) dan panas bumi (22%), dengan investasi yang relatif rendah pada tenaga surya dan angin.
Tiza Mafira, Direktur CPI Indonesia, menyoroti urgensi menangani kesenjangan pembiayaan: “Data menunjukkan investasi bahan bakar fosil hampir dua kali lipat dari energi terbarukan. Ada peluang besar untuk memikirkan ulang dan mengalihkan aliran ini, terutama dari lembaga keuangan swasta internasional. Dashboard kami menyediakan visibilitas yang diperlukan untuk mengoptimalkan kebijakan dan investasi untuk masa depan rendah karbon dan kompetitif bagi Indonesia.”
Dashboard ini juga mengungkap peran perusahaan listrik milik negara Indonesia, PLN, dalam membentuk pasar energi nasional dan mendukung transisi energi negara. Alat ini diharapkan menjadi sumber daya penting untuk mendorong penyesuaian kebijakan dan menarik investasi berkelanjutan guna mendukung ambisi iklim Indonesia.